SEPARUH
HIDUPKU
Oleh : Yayan Putra.*
Matahari mulai menyembunyikan wajahnya ketika aku hendak
berangkat ke kampus. Aku ingin mencari tugas di internet. Ya mumpung ada
kesempatan, aku hot spot-an aja lebih
gratis dan hemat biaya. Namun di tengah perjalanan aku mendapat sms dari kakak
Syifa. “
Ini kakaknya Syifa, Tolong segera ke
rumah sakit karena Syifa sedang kritis!!”
seketika itu kuurungkan niatku ke kempus. Aku putar haluan untuk segera meluncur ke rumah sakit. Di perjalanan hatiku tidak tenang. Perasaan kemarin waktu ketemu dia baik-baik saja, tidak kelihatan kalau sedang sakit. Apa gerangan yang sedang menimpa Syifa?
seketika itu kuurungkan niatku ke kempus. Aku putar haluan untuk segera meluncur ke rumah sakit. Di perjalanan hatiku tidak tenang. Perasaan kemarin waktu ketemu dia baik-baik saja, tidak kelihatan kalau sedang sakit. Apa gerangan yang sedang menimpa Syifa?
Aku parkirkan sepeda
motorku dan segera aku menuju ICU. Di sana
aku bertemu dengan buleknya. “Ibu siapanya Syifa?” tanyaku,
“ Aku buleknya Syifa, kamu siapa?” jawab Bulek Syifa.
“ Saya teman
Syifa Bulek, tadi dapat sms kalau Syifa masuk rumah sakit dan sedang kritis.” balasku khawatir.
“ Siapa yang sms kamu perasaan aku belum ngasih tahu
teman-temannya” tanya Bulek.
“ Tadi dia bilang kalau kakaknya Syifa begitu.” beberapa saat kemudian
datang kakak Syifa,
“ Cepat sekali datangnya Sya, perasaan barusan aja kau
sms-nya” tanya Kak Akhdan kakaknya Syifa.
“ Iya kak, tadi ada niat ke kampus jadi udah di jalan,
ya langsung saja ke sini. Bagaimana keadaan Syifa? Apa yang terjadi? Perasaan kemarin dia baik-baik
saja.”
“ Kita juga belum tahu apa yang terjadi, tiba-tiba saja
tadi dia jatuh dan tak sadarkan diri, makanya langsung saja kami bawa ke rumah
sakit.” jelas Kak Akhdan.
“ Maaf kami belum bisa memastikan apa
yang sedang di alami oleh pasien. Pemeriksaan sementara menunjukkan kalau
ginjal pasien terganggu. Untuk hasil yang pasti harus menunggu cek Rongent
dulu, dan Rongent bisa dilaksanakan setelah ada persetujuan dari
keluarga pasien” jelas Dokter.
“ Baik Dok, Rongent bisa dilaksanakan.” tanpa fikir panjang Bulek langsung menyetujui tawaran dokter.
“ Kira-kira kapan itu bisa dilakukan Dok?”
“ Insya Allah besok pagi sudah
bisa”
Jam menunjukkan
angka sembilan ketika bapak dan ibu Syifa sampai di rumah sakit. Kusambut
mereka kemudian ku salami dan ku cium tangan mereka. Mungkin mereka bertanya-tanya,
siapa aku. Tapi rasa penasaran terhadap anaknya jauh lebih besar jadi langsung
saja mereka menanyakan kabar anaknya. Bulek menjelaskan apa yang diterangkan
dokter tadi, mereka paham dan setuju. Aku menunggu Syifa sampai ia tersadar bersama
keluarga. Aku duduk di samping tempat tidurnya. Pukul sepuluh dia menggerakkan
jarinya, akhirnya tersadar. Otomatis yang langsung Ia lihat adalah aku yang
duduk di sampingnya.
“ Mas, kok sampean?
Aku di mana?” tanya Syifa dengan
suara parau.
“ Iya ini aku, kamu sedang di rumah sakit,
kata bulek kamu tadi jatuh hingga tak sadarkan diri dan langsung saja di bawa
ke sini” wajahnya yang manis sekarang kelihatan kuyu, lemas sekali. Ada infuse yang menancap di lengan kirinya.
“ Sudahlah kamu istirahat dulu, jangan banyak gerak!”
*************
Keesokan harinya
dokter melakukan pemerikasaan ginjal dengan Rongent.
“ Insya Allah nanti siang
sudah bisa di ketahui hasilnya” kata dokter.
Siangnya dokter menunjukkan hasil pemeriksaan. Hasilnya,
ternyata Syifa mengalami gagal ginjal dan harus segera dipotong dan dicarikan
donor ginjal. Hal ini membuat keluarga bingung, harus ke mana mencari donor
ginjal yang cocok? Aku sangat sedih mendengar hasil pemeriksaan dokter itu.
Diam-diam aku menemui dokter itu dan bertanya seberapa besar kemungkinan selamat jika Syifa
mendapat donor ginjal. Dokter menjawab sangat besar sekali dia akan selamat
jika mendapat donor ginjal yang cocok. Aku tanya apa syarat menjadi pendonor ginjal. Di
antaranya adalah, golongan darah harus sama dan ginjal yang di donorkan harus
dalam keadaan sehat.
Aku minta dokter untuk
memeriksa ginjal dan golongan darahku. Hasilnya. Alhamdulillah cocok. Maka ku bilang pada dokter jika aku yang akan
mendonorkan ginjalku untuk Syifa. Namun aku meminta pada dokter itu untuk
merahasiakan identitasku sebagai pendonor. Kita setuju dan menandatangani surat persetujuan
kesediaan untuk mendonorkan ginjal.
Keluarga Syifa
masih bingung dan belum menemukan donor ginjal untuknya. “ Dok, kira-kira kami
harus ke mana untuk mendapatkan donor ginjal anak kami? Kami bingung sekali. “ bapak Syifa kebingungan. Terlihat sekali dari
mukanya.
Dengan sedikit berdehem, “ E’hemmm...
Anda tidak perlu khawatir, karena sudah ada donor yang cocok untuk anak Anda.”
jawaban Dokter mengejutkan sekaligus melegakan keluarga Syifa.
“ Apa? Yang benar Dok? Alhamdulillah…. Siapa orangnya Dok kami
ingin berterimaksih padanya.” selidik Ibu dengan penuh penasaran.
“ Maaf saya tidak bisa memberi tahu siapa dia karena kami sudah sepakat untuk tidak memberi tahukan
tentang dirinya. Namun yang jelas setelah kami periksa, ginjalnya cocok bila
dicangkokkan ke Syifa.”
“ Terima kasih ya Allah, Semoga Kau berkahi malaikat
yang Kau kirimkan untuk anak kami ini Ya Allah.” syukur Bapak terucap dengan kekhusyukan.
Tiga hari kemudian
dilaksanakan transplantasi ginjal. Selama tiga hari itu aku lemah tak berdaya
setelah aku donorkan
satu ginjalku untuk Syifa. Di hari keempat keadaanku sudah agak membaik. Ku
jenguk Syifa ke rumah sakit dan ku tanyakan kabarnya.
“ Asalamualaikum….”
Kujabat tangan bapak dan kucium. “ Bagaimana keadaan Syifa Pak? Saya dengar ada
yang mendonorkan ginjal untuk Syifa, benar itu Pak? Siapa orangnya? “ tanyaku pura – pura tidak tahu. Tak ku tunjukkan
rasa sakit yang aku rasa pada bapak.
“ Sejak operasi kemarin dia belum siuman, mungkin beberapa
jam lagi. Benar ada yang mendonorkan ginjalnya untuk Syifa, tapi kami juga tak
tahu siapa orangnya. Karena dokter merahasiakan identitasnya”
“ Alhamdulillah,
berarti dokter menepati janjinya” bisikku dalam hati.
“ O ya… kok baru kelihatan. Tiga hari ini kemana saja?
Kemarin sebelum operasi Syifa menanyakanmu.” tanya Bapak.
“ Maaf Pak, saya tidak memberi tahu kalau tiga hari ini
saya ada acara di luar kota dan acara ini tidak bisa saya tinggalkan. Maaf juga
jika dalam keadaan penting ini saya tidak bisa menemani Syifa. Namun doa saya
selalu tercurah untuk kesembuhan Syifa.” Aku terpaksa berbohong pada bapak.
“ O… begitu? Tidak apa. Coba sekarang kamu tengok Syifa!
“
“ Baik Pak”
Beberapa saat aku di ruang pasien, Syifa mulai
menggerakakan jari-jarinya. Mulai membuka kelopak matanya dengan pelan-pelan.
Dengan suara yang parau, dia mulai berbicara. Kebetulan yang ada dalam ruangan
itu hanya aku. Langsung saja dia bilang.
“ Mas, kok sampean
sendiri. Mana ibu dan bapak?”
“ Alhamdulillah,….bentar
saya panggilkan mereka” aku bergegas keluar dan memanggil bapak yang sedang
duduk di teras kamar. “ Pak, Syifa sudah sadar, dia mencari bapak”
*************
Seminggu kemudian Syifa diperbolehakan pulang. Dalam
masa penyembuhannya, aku sempatkan dua hari sekali untuk menjenguknya dan ingin tahu
perkembangannya. Setelah satu bulan dia sudah mulai bisa beraktivitas ringan. Setiap
kesempatan itulah aku bisa lebih dekat dengan keluarganya. Karena ada
kesempatan aku utarakan saja perasaanku terhadap Syifa pada bapak dan ibu. Tentunya
sebelum bilang pada mereka aku minta ijin pada Syifa. Syifa pun mengijinkan. Aku niatkan untuk sungguh-sungguh
menjalin hubungan ini. Alhamdulillah
pucuk dicinta ulam tiba. Mereka sih setuju saja tinggal bagaimana dengan Syifa.
Hari-hari kami
jalani seperti biasa, di kampus kami juga bersikap biasa. Teman-teman di kampus
juga tidak tahu kalau kami menjalin hubungan yang serius. Ini semua sengaja
kami lakukan untuk menghindari fitnah. Segera ku selesaikan studiku. Aku
tinggal sidang skripsi saja. Semua berlalu begitu cepat, sudah selesai studi S1
ku. Alhamdulillah doa ku selama ini
terwujud. Aku mendapat beasiswa S2 di Australia. Aku sangat bersyukur sekali.
Aku kabarkan berita
ini pada orang tuaku, pada Syifa, dan juga keluarganya. Sekalian aku minta doa
restu pada mereka. Semoga selesai dalam waktu dua tahun. Aku berjanji sepulang
dari Australia
aku akan meniakahi Syifa, mereka pun merestui.
Dua tahun berlalu
begitu cepat. Aku pulang dengan membawa gelar M.Ed. Rezeki Allah memang luas. Sepulang
dari Australia
ternyata kampus tempatku studi dulu membuka lowongan dosen yang sesuai dengan
bidangku. Ku masukkan lamaranku dengan syarat-syarat yang dibutuhkan. Dua
minggu kemudian pengumuman di sampaikan lewat internet. Pengumuman ku lihat
bersama Syifa, syukur aku diterima. Ya Allah memang luas sekali rezeki yang Kau
berikan.
Semenjak itu
silaturahmi kami semakin dekat. Ku khitbah Syifa. Akad nikah dilaksanakan
seminggu kemudian. Setelah menikah kami tinggal di rumah sendiri, karena selama
aku studi S2 aku mampu menyisihkan penghasilanku sehingga mampu membangun rumah
sendiri walaupun masih sederhana. Selama aku studi itu aku bekerja sebagai
penterjemah buku-buku referensi dari bahasa Inggris ke bahasa Indonesia . Dari itu aku punya
penghasilan yang cukup untuk biaya hidupku selama studi dan mampu menyisihkan
untuk modal hidup setelah selesai studi.
*************
Saat itu aku baru
berusia 27 tahun ketika usia pernikahan kami menginjak enam bulan. Ketika
itulah aku sakit dan aku sendiri tak tahu apa penyebabnya. Perutku seperti ada
yang menusuk-nusuk, sampai akhirnya aku tak kuat menahan sakitnya. Aku dibawa
ke rumah sakit di mana Syifa dirawat dulu. Aku langsung dimasukkan ke ruang
ICU. Syifa terlihat begitu sedih saat ku tak sadarkan diri. Dia sangat cemas,
takut terjadi apa-apa denganku.
Ternyata dokter
yang menaganiku sama dengan dokter yang menangani Syifa dulu. Ketika tahu
dokter itu yang menaganinya dulu dia terlihat agak berkurang kecemasan yang ada
dalam dirinya.
“ Dokter, apa yang dialami suami saya? “ tanya Syifa
dengan sedikit cemas.
“ O…jadi dia suami Anda? Dia mengalami infeksi pada
bekas operasinya dulu. “
“ Bekas operasi? Kapan suami saya operasi? Setahu saya
dia sehat-sehat saja. Jangankan operasi, sakit ringan aja jarang Dok. “ Syifa semakin khawatir dan ingin tahu gerangan
yang terjadi paadaku.
“ ALLAHU AKBAR!. Sungguh besar keajaiban
yang Allah tunjukkan” lirih Dokter.
“ Maksud dokter apa? Jangan buat saya semakin bingung
dan cemas. Sebenarnya seuamiku mengalami apa?” Syifa semakin penasaran dengan
yang dikatakan dokter.
“ Anda ingat ketika Anda sakit dan dirawat di sini selama
beberapa hari? Apakah Anda juga ingat sakit apa yang Anda derita?”
“ Ya dok, saya ingat. Saat itu saya menderita gagal
ginjal dan harus mendapatkan ginjal dari orang lain.”
“ Apakah Anda tahu siapa yang memberikan ginjalnya untuk
Anda? “
“ Sampai sekarang saya belum tahu siapa orangnya. Kata
bapak dan ibu hanya dokter yang tahu dan Anda tidak memberi tahu siapa. “
“ Saat itu, ketika orang tua Anda dan tim dokter
kebingungan mencari pendonor ginjal yang cocok dengan Anda, datanglah seorang
laki-laki ke ruangan saya. Dia berniat untuk mendonorkan ginjalnya untuk orang
yang benar-benar ia cintai dan sayangi. Saya sudah menjelaskan
kemungkinan-kemungkinan yang terjadi setelah ia mendonorkan ginjalnya bahkan
sampai resiko terburuknya. Namun dia bersikukuh untuk memberikan ginjalnya
walaupun hanya satu. Bahkan dia rela mati, seandainya gagal dalam operasi.
Baginya yang penting orang yang ia cintai bisa hidup. Karena dia tahu orang
yang dicintanya punya cita-cita yang sangat tinggi dan mulia. Jadi ketika ia
mendonorkan ginjalnya, ia meminta saya untuk merahasiakan identitasnya. Biar
waktu yang menjawabnya! Itu katanya. Akhirnya kami sepakat dan menandatanagani
surat persetujuan dan perjanjian.”
jelas Dokter panjang lebar.
“ Siapa orang itu Dok?” Syifa semakin penasaran dengan
cerita dokter tadi.
“ Orang itu ternyata selamat pasca operasi. Kini ia
telah menyelesaikan studi S2 nya. Memang benar waktu telah menjawabnya. Maaf
saya terpaksa cerita hal ini pada Anda. Orang itu ternyata menemukan ginjalnya
yang ia berikan untuk orang yang sangat dicintainya. Orang itu adalah Rasya
Putra Pratama. Suami Anda. Sekarang Anda harus tahu hal itu. Kini ia terbaring
lemah di ruang pasien. “
“ Subhanallah. Allahu Akbar. Terima kasih atas nikmat
dan karunia yang Kau berikan Ya Allah.” Syifa menangis haru, bangga, bahagia,
dan juga sedih semua jadi satu. Ternyata orang yang mendampinginya selama ini
adalah orang yang benar-benar tulus mencintainya sehingga rela memberikan
separuh hidupnya.
“ O ya, dulu sebelum operasi dia menitipkan surat pada saya agar menyampaikannya untuk Anda. ‘ dokter
jika pasca operasi terjadi sesuatu dengan saya, entah itu gagal atau disuatu
hari nanti saya meninggal, tolong berikan surat ini pada Syifa.’ ‘ Insya Allah akan saya samapaikan amanahmu’. Silahkan buka ini adalah surat yang dititipkan
Rasya untuk Anda.”
Dengan tangan
bergetar, jantung yang berdetak semakin kencang Syifa buka surat itu.
Salatiga,
07 February 2005.
Untuk
yang tercinta : Syifa Al Aisyatul Husna
Bidadari surga yang dikirim Allah…
Jangan sedetikpun kau tinggalkan
aku
Ingatkan ketika ku salah
Nasehati ku ketika bermasalah
Tegur aku ketika lalai
Dengan
kecantikanmu kau sinari
Hati
ku……
Dengan
akhlak mu kau terangi
Hari-hari
ku…..
Kepandaianmu
membimbingku
Untuk
senantiasa di jalan NYA
Wahai Bidadari,…
ijinkan aku
Menemanimu di
dunia dan di surga
Inilah
baris-baris doa yang ku panjatkan ketika aku benar-benar mencintai dan
menyayangimu. Aku berharap suatu saat bisa menyandingmu untuk bisa sama-sama
berjuang di jalan Allah dan jadi partner ibadah untuk mengisi hari-hari kita
ketika tua nanti.
Namun kini kau lemah tak berdaya
dengan sakit yang kau derita. Setiap hari di sepertiga malam terakhir ku
bermunajat pada-NYA
agar engkau diberi umur yang panjang. Doaku pun dijawab. Ketika semua cemas,
kebingungan mencari donor ginjal, aku datang pada dokter. Ku tawarkan ginjalku
untukmu dengan semua resiko yang ada. Aku rela mati untukmu.
Jika seandainya aku mati setelah
operasi ini berlangsung, ku harap bisa bertemu denganmu di surga. Ku tunggu kau
di sana. Jika seandainya aku mati setelah operasi ini ya Allah, ku titipkan
separuh hidupku ini untuk Syifa. Jagalah dia dari fitnah dunia Ya Allah, karena
penjagaanku tak sekuat penjagaanMU. Bimbinglah ia, jangan sampai tersesat ke
jalan yang Engkau murkai.
Bismillahirahmanirrahim, ku niatkan ku berikan ginjalku dan separuh
hidupku untuk Syifa. Jadikan suatu berkah untuknya Ya Allah.
Syifa capailah cita-cita yang
selama ini ingin kau capai!! Aku selalu ada dan akan senantiasa mendoakan untuk
kesuksesanmu.
Dari
Orang yang benar-benar mencintai dan menyayangimu.
Dengan berlinang air mata Syifa membaca surat Rasya.
Setelah itu ia kembali ke kamar di mana suaminya dirawat. Ia cium kening
suaminya dengan penuh cinta, kasih, dan ketulusan. Ia jawab doa Rasya. Ya
Allah, berikan umur yang panjang pada hambaMU yang benar-benar tulus
mencintaiMU dan mencitaiku ini. Panjangkan kesempatan kami dalam beribadah
bersama untukMU Ya Allah.
Di
luar langit seakan tak dapat menahan harunya dua insan ini sehingga ia ikut
meneteskan air matanya. Langitpun ikut terharu. Berdoa semoga mereka
dipertemukan di surga kelak dengan keadaan yang sebaik-baiknya.
* nama pena Sriyanto, S.PdI Guru MI Tarbiyatul Ulum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar