CITA-CINTA
PEMULUNG
Oleh. Yayan Putra*
Cinta adalah
sebuah kata yang berjuta makna, bagi yang sedang kasmaran rasa ini senantiasa
dirasakannya setiap saat. Namun bagi yang sedang patah hati kata ini sungguh
menyiksanya. Begitu juga aku, ketika aku diputuskan oleh seseorang yang sungguh
aku cintai. Namun apa daya aku hanyalah
anak seorang pemulung yang miskin. Tapi apakah aku salah jika mencintai seorang
gadis yang lebih dariku. Aku bukan laki-laki matre, aku benar-benar tulus
mencintai gadis itu. Memang bagiku gadis
itu adalah segala-galanya, dia cantik, manis, pintar, cerdas, dan juga kaya.
Bukan kekayaannya yang membuatku jatuh cinta padanya, juga bukan karena
cantiknya. Tapi aku menilai gadis itu lain dari gadis umumnya. Pokoknya
bedalah! Dari situlah aku cinta padanya.
Suatu ketika
aku memulung di daerah kampus UKSW dari sana
aku dapat banyak hasil yang bisa aku jual sehingga hari ini aku bisa makan
lebih enak dan lebih baik. Selasai memulung aku bergegas pulang agar aku bisa
lebih cepat menjual hasilnya sehingga bisa cepat pula aku membeli makanan untuk
ibuku yang sudah dua hari tidak makan. Karena terburu-buru aku menabrak seorang
gadis. “maaf mbak” kataku padanya. “Maaf-maaf, kalau jalan pake mata donk, minta
maaf memang mudah, lihat ni bajuku jadi kotor” gadis itu marah.
“Sekali lagi maaf mbak tidak perlu marah-marah
kaya gitu, entar cepet tua lho” bujukku.
“Mau tua kek, mau ga kek bukan urusan kamu”
jawab gadis itu masih marah.
Dia marah aku juga cuek aku sudah langganan
dimarahi banyak orang jadi aku sudah kebal dengan hal seperti itu. Aku tinggal
begitu saja gadis itu tanpa permisi.
“He..h mau ke
mana kamu, maen nylonong aja tanpa pamitan. Sudah bersalah juga!” sergah gadis
itu.
“Ya mau
pulanglah emang mau ke mana, aku tadikan sudah minta maaf sama mbak.”
“Mbak…mbak
kapan aku jadi kakakmu”
“la terus aku
harus manggil siapa Mas? Kamukan perempuan”
“Namaku Nayla”
“O… Nayla to?
Bagus juga tapi kok galak ya? Namaku Riyan” jawabku.
“Maaf mbak Nayla aku buru-buru ibuku sudah
kelaparan” kataku padanya sambil pergi.
Satu minggu
kemudian aku bertemu lagi dengan Nayla ketika datang ke bursa buku murah di GPD
Salatiga. Aku tak sengaja menabraknya dan Ia marah lagi ke aku.
“Kamu lagi
kamu lagi, emang ya dunia ini sempit? Di mana ja ada kamu. Ngapain pemulung
sepertimu ada di sini?”
“Aku Cuma
pengen lihat-lihat aja pameran buku ini siapa tahu ada yang mau ngasih gratis
ma aku”
“Gratis? Eh
asal kamu thu ja ya, buku di sini tu bukan buku murahan yang bisa diberikan
gratis gitu aja. Buku di sini tu mahal-mahal. Hasil kamu mulung satu bulan saja
belum tentu bisa dapat satu buku. Lagian untuk apa buku itu, paling entar juga
kamu jual lagi, iya kan ?
“ Saya tadikan
bilang siapa tahu Mbak, kalo ga da yang ngasih juga ga apa-apa kok lagian buat
apa buku mahal-mahal kalo hanya untuk bantal tidur. Walaupun saya bukan orang
yang berpendidikan tinggi kaya Mbak, saya juga tahu buat apa buku dibeli. Saya
sudah sering mambaca buku, buku apapun, walaupun saya ga mampu membelinya tapi
saya mampu meminjamnya. Jelek-jelek gini saya ga pernah absent mengunjungi
perpustakaan lho Mbak. Menurut buku yang saya baca, orang seperti Mbak Nayla itu
bakalan mudah terserang penyakit. Terutama penyakit stress. Mbak Nayla tahukan
kalo udah parah nanti bisa jadi gila?
Trus ngapain
Mbak Nayla di sini, bukannya hari ada jam kuliah? Mbak Nayla bolos ya? Rugi
Mbak bolos, rugi waktu rugi biaya. Kasihan ama orang tua Mbak yang sudah
ngebiayai. Coba kalo ortu Mbak tahu ga bakalan dikirimi uang bulanannya lho”
“ Eh tahu apa
kamu tentang kuliah? Sok nasehatin segala, emang kamu siapaku? Ortu bukan kakak
juga bukan? Emang apa untungnya kamu nasehatin aku?”
“Walaupun
hanya seorang pemulung saya tahu banyak tentang kuliah, system kuliah, bahkan
cara mendapatkan beasiswa di perguruan tinggi. Saya memang bukan siapa-siapa
Mbak tapi saya juga ikut bertanggung jawab atas apa yang saya lihat dan alami.
Saya tidak ingin banyak ortu yang kecewa karena anak-anaknya tidak serius
kuliah. Mereka sudah kerja keras membanting tulang hanya untuk membiayai kuliah
anaknya. Mereka berharap anaknya kelak menjadi orang yang sukses. Tidak seperti
orang tuanya. Itulah doa orangtua mbak walaupun mbak tidak mendengarnya
sendiri.”
“ Maaf ya Yan,
aku udah mandang remeh kamu. Aku hanya menilai kamu dari casingnya saja. Kamu
dah makan belum? Temenin aku makan yuk sambil terusin ngobrol kita.”
“ Alhamdulillah belum tapi jujur saya ga
punya uang untuk beli makan hari ini.”
“ Tenang aja
entar aku yang bayarin.”
“ Terimakasih,
tapi kita mau makan di mana?”
Akhirnya kami
pergi ke sebuah tempat makan cepat saji di Salatiga. Hari ini aku libur tidak
memulung karena pengen refressing. Setelah masuk kami pesan makanan
masing-masing plus minuman. Semuanya langsung dibayar Nayla. Kami lansung mnecari tempat duduk yang
kosong. Sampai di tempat duduk kami lanjutkan cerita saat di pameran buku tadi.
“ Kenapa kamu
ga memulung hari ini?” tanya Nayla mengawali percakapan.
“ Ga apa-apa
Cuma pengen refressing aja, masak kerja terus tiap hari. Yang namanya computer
ja butuh istirahat palagi manusia. Ngomong-ngomong kenapa kamu ga kuliah hari
ini?”
“ Aku males
ja, dosennya ga enak. Kalo ngejelasin bikin pusing kepala. Trus kalo ngasih
tugas kebanyakan jadi bikin males ikut kuliahnya.”
“ Tapi kalo
kamu gitu terus kamu ga bakalan lulus mata kuliah itu. Terus kamu pasti akan
ngulang dan akan ketemu lagi dengan dosen itu lagi, iya kan ?”
‘ Iya sih…
tapi gimana lagi aku udah terlanjur ga suka ma dia.”
“ Kamu udah
berapa kali absent mata kuliah itu?”
“ Baru dua
kali”
“ Bagus itu,
kamu masih punya kesempatan untuk lulus mata kuliah itu.”
“ Dari mana
kamu tahu aku bisa lulus? Emang kamu kenal ama dosennya?! Ga kan ? Terus dari mana kamu tahu aku bisa
lulus? Kamu kan
hanya seorang pemulung.”
“ Kalo kamu
baru dua kali ga masuk kelas berarti kamu masih punya kesempatan untuk ikut
ujian dan harus kamu manfaatkan peluang itu agar bisa lulus. Tinggal bagaimana
tugas kamu sekarang.”
“ Kayaknya
kamu tahu banyak tentang perkuliahan, apakah dari buku yang kamu baca ya?.
“ Bukannya aku
sombong tapi Alhamdulillah, aku di
beri kesempatan oleh Allah bisa kuliah jadi aku tahu banyak tentang kuliah. Alhamdulillah aku kuliah dengan beasiswa
dari banyak tempat, termasuk dari dari lembaga tempatku belajar. Maaf jika aku
ga bilang sebelumnya”
“ Apa..!!?
kamu kuliah!!? Yang bener aja?” Nayla kaget tak menyangka kalo sebenarnya aku
juga mahasiswa seperti dirinya.
“ Sekali lagi
maaf, memang aku kuliah. Aku udah semester tiga di kampus STAIN. Aku ambil
PGMI. Aku kira kamu juga baru semester tiga, ya kan ? Kamu ambil apa?”
“ Aku ga
sempat berfikir kalo kamu itu mahasiswa sepertiku. Aku hanya mengira kamu hanya
seorang pemulung saja. Terus kenapa kamu masih memulung? Apa kamu ga malu sama
temen-temen kamu kalo ketahuan mulung? Maaf jika aku sudah meremehkanmu.”
“ Memulung
memang kerjaan pokokku, dari situlah aku bisa makan. Dari situ pula aku bisa
mendapat pengalaman mental yang tangguh seperti di hina orang, di remehkan,
bahkan aku juga pernah di pukuli orang karena di sangka maling. Aku ga malu
jika seandainya temenku pada tahu siapa aku sebenarnya. Selama ini memang belum
banyak yang tahu siapa aku sebenarnya, mereka hanya tahu aku adalah anak miskin
yang beruntung bisa kuliah. “
Percakapan
kami berlansung sangat lama, hingga akhirnya kami saling mengenal. Mulai saat
itulah kami sering bertemu untuk membicarakan masalah kuliah, curhat, dan hanya
ngobrol biasa. Dari situ timbul suatu perasaan yang kata orang bernama cinta.
Aku sendiri ga tahu apa itu cinta karena baru kali ini aku merasakannya. Apakah
cinta itu berwarna biru seperti yang kebanyakan orang bilang. Atau pinkkah,
kata orang pula pink itu identik dengan warna cinta. Tapi buatku apapun artinya
cinta, cinta adalah cinta dan apapun warnanya bagiku ga masalah yang penting
aku suka.
Sekarang
memang ga jaman lagi wanita punya malu.-bukan berarti mereka ngubar aurat atau
malu-maluin. Nayla berani secara terang-terngan bilang kalau dia suka denganku.
“ Tak banyak
pria sepertimu di dunia ini. Engkau adalah pria seribu satu, dari seribu pria
hanya satu yang sepertimu. Dari kelembutan hatimu, jujur katamu, tulusnya kasih
sayangmu, dan anything semua tentang
kamu aku ingin kamu jadi pangeran di hatiku. Aku ingin kamu menjadi pacarku.”
Ungkapnya dengan penuh percaya diri.
Apakah dunia
ini sudah mau kiamat? Harusnya aku yang
bilang seperti itu padanya, tapi sekarang …? memang jaman sudah edan kata kaum
perempuan ini adalah jaman emansipasi wanita. Aku berfikir panjang, sudah
gilakah gadis ini? Yang lebih baguskan banyak, kenapa pilih aku?
Aku tidak bisa
menjawab saat itu juga dan Nayla pun tahu maka ia juga memberi kesempatan dua
hari untukku. Dua hari kemudia kita ketemu di tempat biasa, sekarang kami punya
tempat biasa ketemu yaitu di Pancasila, di sanalah kami bertemu. Setelah ketemu
tanpa basa-basi aku pun langsung bilang padanya.
“ Nay, apa kamu
ga salah milih aku untuk jadi pacar kamu? Yang lebih baik dari aku kan banyak. Lebih
ganteng, lebih kaya, lebih cerdas, lebih beruntung, dan lebih-lebih yang lain.
Aku takut kelak kamu menyesal setelah tahu aku yang aslinya. Kita baru beberapa
hari kenal dan kamu berani bilang kalau kamu mau jadi pacarku. Perlu kamu tahu
aku hanya lelaki biasa yang punya banyak kekurangan. Kamu hanya melihat
topengku saja tanpa kamu tahu siapa aku sebenarnya. Topeng biasanya menipu
jangan-jangan kamu ketipu dengan luarnya saja. Kamu ketipu baikku, ramahku,
sopanku, pinterku, aku tak seperti itu aku tak lebih dari seorang pemulung yang
beruntung dapat beasiswa sehingga bisa kuliah. Tanpa keberuntungan itu aku
bukan siapa-siapa.” Jelasku sebelum aku menjawab aku mau atau tidak untuk jadi
pacarnya.
“ Yan, aku
akan terima kamu apa adanya baik kekurangan kamu, Insyaallah aku tidak akan menyesal memilih kamu jadi pacarku.” jawabnya
meyakinkanku.
“ Kamu yakin?”
tanyaku lagi.
“ Yakin!!”
“OK kalau kamu
yakin, aku mau.”
Namun setelah
kita berjalan lima
bulan apa yang aku khawatirkan benar-benar terjadi. Nayla menyesal dulu
memintaku untuk jadi pacarnya. Hal ini berawal saat dia kenal dengan lelaki
yang lebih kaya dan lebih cakep dariku. Dia mulai suka dengan lelaki itu.
Hingga suatu saat dia memutus secara sepihak hubungan kita.
“Aku menyesal
kenapa dulu aku ketemu dan kenal sama kamu. Ternyata kamu hanya cowok biasa
yang miskin dan bisanya hanya menyusahkan saja. Mulai detik ini kita putus!!!.”
Aku sudah
mengira hal ini akan terjadi maka aku sudah siap menerimanya. Sejak saat itu
aku berkomitmen untuk tidak pacaran sampai aku lulus kuliah. Hari-hari ku
jalani dengan rutinitas yang biasa. Bangun pagi, memulung, kuliah, organisasi,
belajar. Seperti itulah hari-hariku. Dari rutinintas itu aku punya semangat
untuk berubah lebih baik. Aku memang pemulung miskin. Tapi aku tidak akan
selamanya seperti ini. Aku bisa berubah!. Aku bertekad selesai kuliah dalam
tujuh semester.
Proses demi
proses ku lalui, tahap demi tahap ku lewati, ujian demi ujian ku hadapi. Hingga
akhirnya aku lulus sesuai dengan targetku yakni tujuh semester. Aku lulus
dengan predikat Cumlaude. Dengan
predikat itu aku mendaftar beasiswa kuliah S2 di luar negeri. Setelah menjalani
beberapa ujian. Aku lulus dan mendapat beasiswa S2 di UKM Malaysia .
Seperti yang
kucita-citakan akhirnya aku bisa study S2 di luar negeri, meskipun hanya di Malaysia . Ku
ambil jurusan Magister Manajemen Pedidikan untuk study lanjutku. Semua biaya
kuliah ditanggung lembaga pemberi beasiswa termasuk biaya hidupku selama di sana .
Sejak hari
pertama menginjakkan kaki di Malaysia
sudah kupersiapkan rencana-rencana salama hidup di sana . Mulai dari hal terkecil sampai
terbesar. Kumulai dengan mengenal dan mengusai tempat aku berada. Mulai dari
tempat aku tinngal, jalan, fasilitas-fasilitas umum, dan yang tak ketinggalan
adalah kampus tempatku belajar.
Kutargetkan
aku lulus kuliah selama dua tahun. Sekalipun meleset tak boleh lebih dari dua
setengah tahun. Aku ingin segera mengabdikan diriku untuk negaraku. INDONESIA .
Walaupun aku tak seberuntung orang-orang kaya, aku ingin menjadi dosen muda dan
pengamat pendidikan.
Hari-hari
kujalani dengan kuliah dan organisasi kemahasiswaan Indonesia di Malaysia.
Selain itu ku isi hari-hariku dengan menulis. Tulisan itu ku kirimkan ke media surat kabar di Indonesia . Itung-itung mengisi
waktu luang yang menghasilkan pemasukan. Dari peamasukan itu bisa ku persiapkan
tabungan setelah aku lulus study S2 kelak di Indonesia . Aku juga menulis
beberapa novel yang menyoroti tentang system pendidikan di Indonesia dan system pendidikan yang ku
cita-citakan bisa diterapkan di Indonesia
kelak.
* Nama pena Sriyanto, S.PdI Guru MI Tarbiyatul Ulum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar