PENGALAMAN BARU SASA
karya : Ani Maslihatul M. S.PdI*
Sasa, gadis kecil berkulit putih dan bermata
sipit itu memiliki sifat manja. Pagi itu, seperti biasa Sasa pergi ke sekolah
diantar oleh ayahnya. Meskipun sudah kelas dua, terkadang muncul keinginan Sasa
untuk ditunggui ibunya di kelas. Lebih-lebih jika ada pelajaran menyanyi.
Hari Kamis. Jam
pelajaran pertama di kelas dua adalah Seni Budaya dan Keterampilan (SBK). Pak
Surya, guru SBK di sekolah Sasa, telah merencanakan hari itu anak-anak disuruh
menyanyi di depan kelas.
Ayah Sasa telah meninggalkan sekolah dan dia
bilang kepada Sasa kalau nanti ibunya yang akan menunggui Sasa di kelas. Waktu
hampir menunjukkan pukul tujuh. Sasa mulai gelisah karena ibunya belum juga
datang. Padahal, beberapa menit lagi dia harus masuk kelas.
“Ke mana sih, ibu, gak datang-datang?” gumam
Sasa kesal. Ketika tanda bel masuk berbunyi, Sasa langsung lari ke pintu
gerbang untuk memastikan kedatangan ibunya. Tetapi, ibunya juga tidak kunjung
datang.
“Sasa …” Pak Surya yang baru keluar dari
kantor, geleng-geleng kepala melihat Sasa di pintu gerbang. “Eh, Bapak”, Sasa
terkejut mendengarnya. “Ada apa kamu di situ, Sa?” Tanya Pak Surya mendekati
Sasa.
“Ehm… Sasa menunggu ibu”, jawab Sasa gugup.
“Tadi, ibumu telepon bapak. Dia ada acara mendadak sehingga tidak bisa
menungguimu”, kata Pak Surya sambil
memegang pundak Sasa.
Sasa dan Pak Surya meneruskan langkah menuju
ruang kelas II. Sesampainya di kelas, Novi, teman sebangku Sasa, sudah
menunggunya. Dia menyambut kedatangan Sasa dengan gembira. Faiz, Anton, Nana,
Dini, dan teman-teman sekelasnya sudah bersiap menerima pelajaran.
Suasana hening. Hati Sasa semakin gelisah dan
tidak tenang. Tak lama kemudian, Pak Surya mengajak anak-anak untuk memulai
pelajaran.
“Selamat pagi anak-anak”, sapa Pak Surya memulai pelajaran.
“Selamat pagi, Pak”, jawab murid-murid
serempak.
Siap grak! Hormat grak! Tegap grak! Berdoa
mulai!” Faiz, si ketua kelas memberi komando dan memimpin doa bersama.
“Selesai,” terdengar lagi komando Faiz
mengakhiri doa.
“Sekarang, silakan anak-anak memilih sebuah
lagu nasional untuk dinyanyikan satu per satu di depan kelas. Kalian bebas
memilih lagu nasional yang pernah pak guru ajarkan” kata Pak Surya melanjutkan
pelajaran.
Para murid sibuk memilih lagu nasional yang
mereka suka. Ada yang nampak ceria, ada juga yang tenang. Tetapi, tidak
demikian dengan Sasa. Ia hanya gelisah dan takut harus menyanyi sendirian di
hadapan teman-temannya. Ia tidak bisa duduk tenang, terkadang berdiri dan
melihat ke luar kelas, dan duduk lagi.
Setelah
semua murid nampak siap, Pak Surya mulai mempersiapkan lembar penilaian. Segeralah
Pak Surya memanggil sesuai arutan absen. Nomor absen pertama di kelas dua
adalah Anton. Dengan sifatnya yang pemberani dan tegas, Anton segera berdiri
dan maju di depan teman-temannya. Ia menyanyikan lagu “Dari Sabang sampai
Merauke” dengan suara lantang dan penuh percaya diri.
Pak Surya melanjutkan memanggil siswa yang
lain. Tibalah giliran Sasa untuk menyanyi. Dengan langkah setengah, gadis kecil
bermata sipit itu berjalan ke depan kelas. Perasaaan takut dan gelisah masih
menghantuinya.
“Sasa berani
menyanyi sendiri?” Tanya Pak Surya. “Engg…” belum sempat Sasa bicara,
Pak Surya melanjutkan memberi semangat untuk Sasa.
“Sasa sekarang kan sudah besar. Sasa harus
mandiri, gak usah ditungguin mama terus. Lagian kan gak mungkin kalau mama
harus nungguin Sasa terus.”
Tak lama kemudian, Sasa segera menyanyikan lagu
“Indonesia Pusaka”, karena lagu itulah yang pernah ia pelajari di rumah bersama
ibunya. Meskipun sedikit dag dig dug, tetapi suara Sasa terdengar merdu. Hanya
saja Sasa masih kurang percaya diri.
Selesai Sasa menyanyi, segera ia duduk dan
suara tepuk tangan teman-temannya sedikit menghilangkan kegelisahan Sasa.
Inilah pengalaman terbaru Sasa di sekolah.
“Ternyata aku bisa seperti teman-teman yang
lain”, gumam Sasa dalam hati. “Aku tidak akan lagi minta ditemani mama di
sekolah”.
Jam pelajaran berakhir. Tanda bel pulang
berbunyi. Dengan perasaan gembira, Sasa segera pulang bersama teman-temannya.
Ingin rasanya segera sampai rumah dan menceritakannya kepada mama.
* Guru Bahasa Indonesia MI Tarbiyatul Ulum
Tidak ada komentar:
Posting Komentar