Refleksi ; Who Am I?
Senin, 19 November 2012
Genap sudah dua tahun saya menjadi
seorang pendidik pada tingkat Sekolah Dasar dalam hal ini Madrasah Ibtidaiyah.
kurang lebih sudah dua tahun saya jalani bagaimana rasanya suka duka menjadi
pendidik.
Apalagi pendidik bagi anak-anak kecil yang lebih dominan memerlukan
teladan. Sekali lagi teladan. Teori penjalasan dalam konteks ini tak terlalu
bisa dipahami oleh anak-anak. “Ini begini lho cara melakukannya, Nak!” dengan
memberikan contoh. “Ayo kita kerjakan bersama-sama!” Kata-kata seperti itulah
yang lebih tepat kita terapkan pada mereka. Bukan kata-kata menyuruh atau
memerintah. Bukan “Kerjakan!”.
Sehingga sangat tepat “sistem among”
yang diwariskan oleh Bapak Pendidikan kita Ki Hajar Dewantara. Ing Ngarso
Sung Tuladha, Ing Madya Mangun Karsa, Tut Wuri Handayani. Di depan memberi
contoh/teladan, Di tengah-tengah membangun samangat, Di belakang mengarahkan.
Kita harus pandai mengambil mana yang
bisa diterapkan pada sebuah konteks. Dalam hal ini saya sebagai seorang guru
Madrasah Ibtidaiyah maka saya ambil Ing Ngarso Sung Tuladha –Di depan
memberikan contoh/teladan- untuk bisa saya terapkan. Agar dapat memberikan tuladha
yang baik, yang tepat maka perlu refleksi diri siapa sejatinya saya dan
bagaimana saya bersikap. Kemampuan apa yang sudah saya miliki dan bagaimana
menggunakannya. Apa kewajiban saya dan apa hak saya –sebagai pendidik?
Kompetensi dasar yang minimal dan
harus dimiliki oleh seorang pendidik adalah: kompetensi kepribadian, kompetensi
pedagogik, kompetensi professional, dan kompetensi sosial. Kompetensi
kepribadian adalah gambaran/cerminan diri sebenarnya mengenai sikap, sopan,
santun, tutur kata/ucapan, intinya berkaitan dengan diri. Kompetensi pedagogik
adalah kemampuan mengenai pengetahuan dan penerapan dunia pendidikan.
Kompetensi profesinal adalah kemampuan untuk melaksanakan tugas dan
tanggungjawab profesinya sebagai pendidik. Sedangkan kompetensi sosial adalah
kemampuan tentang bagaimana dia ber-sosial, bergaul dengan orang lain atau
masyarakat yang lebih luas.
Kemampuan-kemampuan itulah yang wajib
dimiliki oleh setiap pendidik. Harus seimbang, tidak dominan salah satu.
Seorang pendidik yang kompetensi kepribadiannya bagus sedangkan pedagogiknya
kurang bagus tidak akan mampu melaksanakan tugas pendidikannya dengan baik. Dalam
hal ini penyampaian materi saat proses pembelajaran. Begitu sebaliknya pendidik
yang pedagogiknya bagus namun kepribadiannya kurang bagus hanya akan mampu
mengajar tanpa bisa memberikan teladan yang baik dalam bersikap. Maka semua
kempotensi tersebut saling melengkapi dan tidak bisa dipisahkan salah satunya.
Sekarang harus saya tanyakan pada diri
pribadi saya sudah sampai sebatas mana komptensi-kompetensi itu saya kuasai.
Apakah sudah semuanya atau baru salah satu atau bahkan belum ada yang dikuasai.
Saya harus dapat menguasai kesemuanya jika ingin menjadi seorang pendidik yang
baik. Jika pun sudah dapat menguasai kesemuanya itu baru bisa menjadi seorang
pendidik yang standar sekali lagi standar. Karena masih banyak lagi
kemampuan yang harus saya kuasai sebagai contoh masih ada etika profesi yang
harus ditaati. Kemampuan-kemampuan lainnya juga wajib dikuasai agar bisa
menjadi pendidik yang baik seperti kemampuan menulis, retorika, leadership, dan
manajemen.
Hari ini bertepatan dengan hari Senin
dan tadi kita bersama-sama melaksanakan upacara bendera. Petugas upacaranya
sudah bagus. Pembina upacaranya saya sayangkan, ternyata kemampuan retorikanya
perlu diperbaiki lagi. Saat menyampaikan amanat pada siswa-siswa terlalu
singkat dan kurang mengena. Kurang ada “greget”. Nada ketika
menyampaikan pun terlalu datar dan monoton. Seorang pendidik setidaknya mampu
menguasai berbagai keterampilan dan cara berkomunikasi. Harus tahu bagaimana
berkomunikasi dengan anak-anak, bagaimana berkomunikasi dengan pejabat,
bagaimana berkomunikasi dengan orang dewasa, dan sebagainya.
Seorang guru bagi saya adalah
seseorang yang multi talenta, mempunyai banyak kemampuan. Melebihi kemampuan
seorang artis. Ada saatnya dia bisa berperan menjadi anak-anak, ada saatnya dia
berperan menjadi orang tua yang memberikan nasehat dan wejangan, ada saatnya
dia menjadi kawan bagi siswa-siswanya, dan sebagainya. Talenta seperti itulah
yang harus dimiliki oleh seorang pendidik. Serta dapat memposisikan diri dimana
dia berada dan bagaimana dia bersikap. Kapan harus marah, kapan harus
menasehati, kapan harus mengarahkan, kapan menjadi sosok yang menyenangkan, dan
sebagainya.
Kembali lagi pada diri saya. Apakah
talenta yang saya miliki? Sudah mampukah saya seperti yang dijelaskan di atas.
Sudah mampukan saya bisa berperan dengan banyak karakter? Sudah mampukah aku
memposisikan diri dan bersikap?
Pada kata terakhir kembali saya ulangi
judul Growing Up Plan 1 ini; Who Am I?
Sriyanto
Guru MI Tarbiyatul Ulum
Ayoooo move on..
BalasHapus